Showing posts with label yulika satria daya. Show all posts
Showing posts with label yulika satria daya. Show all posts

Tuesday, November 4, 2014

JALAN JALAN KE VIENTIANE LAOS DENGAN 3 MATA UANG BERBEDA

Berada di Vientiane, ibukota Republik Demokratik Laos seperti berada di Jakarta tempo doeloe warsa 60-an. Saat itu begitu mudah ditemukan lambang PKI yakni palu arit di setiap sudut jalan. Ini pula yang saya dapati saat bertandang ke negeri yang menganut sistem pemerintahan komunis ini.

Untuk mencapai Vientiane, kita dapat menempuh perjalanan darat dari Bangkok, ibukota Thailand menggunakan bus. Perjalanan ini memakan waktu 12 jam menempuh rute Bangkok hingga perbatasan di Nong Khai hingga masuk ke Vientiane. WNI harus membeli visa o arrival terlebih dahulu sebelum masuk negeri ini. Meski sesama negara ASEAN, tetap saja WNI harus mendapatkan visa. Uniknya, visa ini bisa dibayar menggunakan tiga mata uang yakni; Dollar Amerika, Baht Thailand, dan Kip Laos.

Penggunaan tiga mata uang ini ternyata berlaku pula untuk setiap transaksi jual beli di Vientiane. Hal ini terjadi mengingat Vientiane langsung berbatasan dengan Nong Khai di Thailand sehingga mata uang Baht pun bisa ditolerir. Bahkan sinyal operator telepon Thailand pun masih bisa dijangkau di ibukota Laos. Cukup unik bukan. Bagi WNI yang menggunakan operator telepon asal Indonesia hanya beberapa saja dari operator tersebut yang bisa digunakan.



Soal akomodasi dan kebutuhan perut bisa kita temui di sepanjang Sungai Mekong. Meski memang, bagi muslim agak susah mendapatkan makanan halal. Beberapa restoran India Muslim hadir di sepanjang Sungai Mekong.

Meski Laos negeri komunis, bukan berarti pemerintah dan masyarakatnya menutup diri dari pergaulan internasional. Cukup banyak wisatawan asing utamanya Perancis yang datang ke sini. Beberapa di antara untuk bernostalgia mengingat Laos dahulu merupakan negara koloni Perancis. Itu pula sebabnya penamaan jalan banyak menggunakan bahasa Perancis.
Meski negeri komunis, ternyata Laos membolehkan rakyatnya memeluk agama. Buddha merupakan kepercayaan yang dianut mayoritas masyarakat Laos. Adapun Islam termasuk minoritas, hanya dianut oleh 0,01% atau sekitar 600 jiwa dari total populasi. Sebagian besar dari mereka adalah pendatang. Mayoritas pendatang dari Kamboja yang mengungsi sewaktu Khmer Merah berkuasa di Kamboja.

Salah satu pusat penyebaran Islam ada di Masjid Jama yang berada persis di pusat kota, meski jalan masuknya tidaklah terlampau lebar. Menurut penuturan pengurus, masjid ini dibangun tahun 1970 oleh pendatang India, Pakistan, Bangladesh, dan masyarakat setempat.


Masjid Jama lumayan kecil, hanya mampu menampung 150 jamaah. Meski begitu sering kali didatangi diplomat asing dari negara-negara mayoritas Islam, termasuk Indonesia. Itu sebabnya masjid ini menggunakan bahasa pengantar Inggris, Arab, Tamil, dan Laos.
Dahulu, umat Islam Laos ternyata pernah mencapai tiga ribu orang. Namun, setelah pemerintah komunis berkuasa kini hanya berkisar 600 orang. Itu sebabnya masjid ini daya tampungnya sedikit saja. Lantai bawah digunakan untuk belajar mengaji, dan lantai atas untuk ibadah sholat.

Komunitas muslim juga terdapat di daerah pinggiran, tepatnya di Distrik Chantaouli. Daerah ini didominasi para pekerja olongan ekonomi bawah. Masjid Al Azhar berdiri tahun 1976. Para pengungsi Kamboja-lah yang membangun masjid ini, meski harus menunggu izin tiga tahun terlebih dahulu sebelum membangun. Sadar bahwa tinggal dan hidup di negara komunis, maka pengurus Masjid Al Azhar diwajibkan mengibarkan bendera palu arit. Cukup miris memang.

Berada di Vientiane tidak sah rasanya bila tidak berkunjung ke Patuxai, simbol negara Laos. Bentuknya mirip sekali dengan Arch de Triomphe di Perancis. Patuxai atau gerbang kemenangan ini dibangun antara tahun 1957-1968. Uniknya lagi, bahan dasar bangunan ini menggunakan semen dari Amerika Serikat yang tadinya hendak digunakan membangun bandara. Dari atas bangunan ini kita bisa meihat pemandangan kota Vientiane.



Di sekitar Patuxai terdapat taman yang selalu dikunjungi masyarakat. Dan di taman inilah dipajang Gong Perdamaian Dunia berukuran besar. Gong ini sejatinya merupakan sumbangan pemerintah Indonesia pada November 2008.

Untuk kehidupan malam, ada baiknya menyusuri Jalan Fa Ngum di tepi Sungai Mekong, Banyak souvenir khas Laos eperti sutra, lukisan hingga minuman energi. Uniknya minuman energi ini merupakan air rendaman kalajengkin dan ular dimana binatang tersebut masih ada di dalamnya. Satu lagi makanan energi yakni Kai Lu, berupa telor bebek. Uniknya, embrio bebek tersebut masih ada di telor rebus tersebut.

Satu tempat yang layak didatangi adalah Lembaga Cooperative Orthotic and Prosthetic Enterpris atau COPE. Lembaga yang berdiri sejak tahun 1997 ini khusus bergerak membantu penyediaan kaki palsu bagi korban perang.

Tidak banyak yang tahu, bangsa Laos dahulu pernah terlibat perang dengan Amerika Serikat. Perang yang tidak pernah diakui negara adidaya ini, terjadi warsa tahun 60-an hingga 70-an. Antara rentang waktu 1965 hingga 1975 sebagian besar bom diledakkan di Provinsi Xien Kuang Laos. Ketika itu, Amerika Serikat berperang dengan Vietnam, mencegah agar pengaruh komunis tidak sampai ke Laos. Meski akhirnya Laos menjadi negara komunis. Nah di bawah ini adalah foto saya bersama korban perang rahasia. Sang kakek kakinya buntung akibat terkena serpihan bom.


Jenis bom yang paling banyak digunakan adalah cluster bom. Diperkirakan terdapat 260 juta bom yang dijatuhin tentara Amerika Serikat ke Laos. Parahnya lagi, 30 persen bom hingga sekarang masih aktif alias belum meledak.

Oh ya, kalau kita meninggalkan Laos jangan lupa tukar semua mata uangnya Kip dengan Baht (mata uang Thailand) atau Dollar Amerika. Karena Kip tidak akan laku di negara lain, sukur-sukur bisa dihargai separuh dari nilai aslinya.

Oke asikin cerita ke tempat lain masih di Laos di postingan selanjutnya.
 

Thursday, June 3, 2010

KUBAH YANG MENAKJUBKAN

Apa bukti bahwa Anda pernah datang ke Moscow, Rusia ? Jika pertanyaan ini diajukan bagi setiap orang yang pernah berkunjung ke Lapangan Merah atau Red Square di Moscow, maka jawabannya adalah 100% berfoto dengan latar belakang St.Basil Cathedral. Boleh dibilang, inilah simbol kota Moscow bahkan Rusia.

Katedral yang dibangun antara tahun 1555 hingga 1561 ini memang merupakan salah satu objek wisata favorit bagi wisatawan. Bahkan stasiun televisi setempat ataupun para pembuat film sangat sering menjadikan katedral ini sebagai latar belakang pengambilan gambar mereka.



Tuesday, June 1, 2010

GEMBOK CINTA



Benda apa yang mengingatkan kita akan cinta?...,Sepasang Merpati ? Bunga ? Coklat ? Atau parfum pemberian kekasih ? Semua yang disebutkan tadi sah-sah saja menjadi simbol cinta pada pasangan masing-masing. Tapi, salahkah saya bila menyebutnya itu terlalu normatif atau standar. Mari saya ajak Anda semua ke Moscow, Rusia, untuk melihat ikrar cinta dalam bentuk yang unik. 


Saban akhir pekan, tentunya di hari Sabtu dan Minggu jalanan kota Moscow selalu ramai oleh pemandangan limousine pengantin yang lalu-lalang. Warna-warni mobil mewah nan panjang ini pun bervariasi dari hitam, putih, hingga pink. Soal merk, lebih baik tidak perlu disebut, karena melihatnya saja sudah cukup membuat kita berdecak kagum. Bayangkan saja, Hummer versi limousine pun bak kacang goreng berkeliaran di kota ini.Namun saya tidak akan berbicara mengenai mobil pengantin. Sama sekali tidak. Keunikan tradisi pengantin baru di Moscow lah yang ingin saya ceritakan.



Saturday, May 22, 2010

SURGA TIMUR TENGAH

Konflik. Kata ini seperti tak pernah lepas dari negeri Lebanon. Betapa tidak, silih berganti perang mengoyak negeri ini mulai dari Perang Saudara hingga Perang dengan Israel di tahun 2006.
Perlahan tapi pasti, Lebanon kini menggeliat kembali sebagai negera tujuan wisata. Beirut yang ditasbihkan sebagai Parisnya Timur Tengah bahkan meraih predikat sebagai kota tujuan wisata wajib kunjung nomer satu oleh New York Times di tahun 2009.

Negara Lebanon masuk dalam kawasan Timur Tengah. Secara geografis, negara seluas 10.452 kilometer persegi ini posisinya sangat strategis dibatasi oleh Laut Mediterania. Itu sebabnya negeri ini memiliki iklim Mediteran dengan 4 musim, hangat terasa saat musim panas, dan basah serta dingin di musim dingin. Meski begitu, musim dingin tidaklah menusuk seperti di negeri Eropa pada umumnya, karena salju hanya menghampiri kawasan pegunungan tidak sampai ke kota.

Keunikan alam Lebanon yang bisa dinikmati pengunjung adalah saat musim dingin datang antara November hingga Februari. Bayangkan dalam sehari kita bisa menikmati panasnya berjemur di pantai kemudian bermain salju dan ski di daerah Faraya. Kawasan wisata Faraya memang terkenal di seluruh Jazirah Arab dan Timur Tengah. Betapa tidak, wisatawan asing yang biasanya hanya mengenal gurun, jauh-jauh datang untuk sekedar menyaksikan salju atau bermain ski. Jangan khawatir bila tidak membawa peralatan bermain ski, di sini banyak sekali tempat persewaan. Sewanya pun tidak sampai 500 ribu rupiah. Sebagai kenang-kenangan, boleh saja bila Anda membawa salju di atas kap mobil seperti yang dilakukan penduduk setempat.

MEMANCING PERADABAN DI JEMBATAN GALATA

Jembatan Galata memang mendatangkan inspirasi bagi banyak orang di Istanbul, Turki. Tidak hanya bagi penduduk asli, bahkan juga bagi para pendatang seperti saya. Setiap hari, para pemancing tampak sangat menikmati proses menunggu umpan mereka dilahap ikan. Semula saya cukup heran bagaimana bisa pemancing ini begitu menikmati kegiatan yang cukup menjemukan bagi sebagian orang, apalagi kala itu angin musim semi masih lumayan dingin bertiup. Karena penasaran, akhirnya saya tertarik menjadikan aktivitas memancing sebagai bagian syuting backpacker.

Posisi biasanya menentukan bagi pemancing. Umumnya pemancing memilih posisi yang memungkinkan umpannya dimakan ikan. Namun berbeda halnya dengan pemancing di Jembatan Galata. Mereka cenderung memilih posisi menghadap Old City atau kota tua Istanbul. Karena dengan begitu mereka bisa sangat menikmati memancing sekaligus mengagumi peradaban yang dibentuk Kesultanan Ottoman di masa jayanya. Betapa tidak, dari sisi kiri jembatan menuju kawasan Sultan Ahmet ini, kita bisa meyaksikan kemegahan bangunan tempo doeloe. Katakanlah seperti Masjid Biru dan Aya Sophia. Nikmat rasanya melempar pandangan mata ke kawasan kota tua, seakan kita pun terbawa romantisme Istanbul masa lalu. Ini pula yang dirasakan Orhan Pamuk ketika ia menulis novelnya, Istanbul. Dari Jembatan Galata-lah kita bisa meresapi kejayaan Kesultanan Ottoman. Jembatan ini sediri pertama kali dibangun tahun 1845 oleh ibunda Sultan Abdul Mecid. Dahulu, jembatan hanya terbuat dari kayu. Nah, setelah lima kali perubahan barulah pada tahun 1994 terbentuk Jembatan Galata yang kita kenal sekarang. Ya, jembatan ini sendiri memang merupakan pembatas antara kawasan Karakoy yang mewakili Istanbul modern dengan Eminomu kawasan kota tua.


BALIK EKMEK, APA TUH ?

Membaca judul di atas memang cukup mengundang penasaran. Jangankan pembaca, saya pun sangat penasaran apa sih sebenarnya ‘Balik Ekmek’ itu.

Berawal dari rasa lapar setelah lelah mencari handy cam di kawasan Eminonu Istanbul, saya bersama kawan-kawan mencoba mencari makan siang yang murah. Dari Eminonu, kami memutuskan berjalan kaki menuju Jembatan Galata yang. Seingat kami, di bawah jembatan ini terdapat banyak restoran yang menawarkan sajian berselera khas Turki. Setelah membalik-balik menu berbagai restoran yang memang diletakkan di depan pintu restoran kami pun mulai berhitung. Ternyata hidangan yang disajikan lumayan mahal.

Pages