Saturday, January 14, 2012

BULAN SABIT BERUANG MERAH



Pernahkah Anda memperhatikan bentuk kubah Saint Basil Cathedral yang berada di Lapangan Merah Moscow Rusia? Mirip sekali bukan dengan kubah masjid. Bedanya hanya ukiran dan warna-warni seperti permen lolipop yang menghiasi katedral yang juga menjadi landmark negeri beruang merah ini. Menurut cerita, bentuk kubah ini terinspirasi dari kubah masjid yang pernah ada di Kazan sebelum akhirnya ditaklukkan bangsa Rusia pimpinan Ivan The Teribble tahun 1552.



Namun kita tidak akan membahas mengenai katedral ini ataupun Lapangan Merah yang melegenda. Penulis akan membawa pembaca menelusuri jejak islam di Rusia. Pemeluk islam sendiri jumlahnya mencapai 25 juta jiwa atau terbesar kedua di Rusia setelah orthodox.

Sabornaya, sederhana saja simbol islam di Moscow ibukota Rusia. Sabornaya adalah satu dari empat masjid yang ada di Moscow. Dan ia menjadi pusat dari sekitar tujuh ribu masjid yang tersebar di Rusia. Sesuai makna namanya, agung.

Masjid ini terletak di Jalan Prospect Mira atau Perdamaian dan posisinya berdampingan dengan Stadion Olympic Moscow atau Olimpysky, stadion yang pernah digunakan saat pelaksanaan Olimpiade Moscow 1980. Masjid Sabornaya sering pula disebut penduduk setempat sebagai Masjid Katedral, Grand Mosque, dan Masjid Prospect Mira.

Datanglah ke Masjid Sabornaya di hari jumat. Karena di waktu itulah, kita bisa menyaksikan lautan umat muslim tumpah hingga ke jalan-jalan demi beribadah sholat jumat. Sungguh amat tidak mungkin menyaksikan hal ini di zaman komunis Soviet.

Berbagai bangsa datang ke masjid yang menjadi pusat penyebaran islam di Rusia ini. Kebanyakan mereka datang dari bangsa Tatarstan dan Bashkirs. Sisanya dari suku bangsa minoritas seperti Dagestan, Ingushetia, dan Chechnya. Selain penduduk asli, umat islam di Rusia merupakan imigran dari eks negeri satelit Soviet seperti Tajikistan, Kazahktan, dan banyak lagi. Di Masjid Sabornaya lah mereka dipersatukan keyakinan menjadi saudara. Tak jarang orang non muslim pun menyempatkan datang ke masjid ini untuk mengabadikan pemandangan umat islam beribadah jumat.

Masjid Sabornaya dibangun pada tahun 1904 oleh arsitek Nikolai Alekseyevich Zhukov. Seluruh biaya pembangunan ditanggung saudagar bernama Yusupovich Yerzin. Dan hanya dalam tempo lima bulan, masjid pun selesai dibangun. Barulah pada 27 November 1904, imam masjid pertama Badridin Hazrat Alimov mengajukan permohonan pada pemerintah Moscow untuk menggunakan masjid ini sebagai tempat ibadah.

Di masa perang dunia pertama dan kedua, para imam mengumpulkan bantuan dari masyarakat bagi para pejuang di medan tempur. Masjid Sabornaya pun menjadi tempat berlindung semasa perang.

Warsa tahun 60 hingga 70, para imam masjid pun berkontribusi mencairkan hubungan antara Uni Soviet dengan dunia islam. Tercatat Presiden Mesir Gamal Abdul Naser, Presiden Libya Moammar Ghadafi,  dan juga Presiden Indonesia Soekarno pernah datang berkunjung.

Kapasitas Masjid Sabornaya sendiri sungguh kecil dan sangat tidak representatif bagi umat islam Moscow yang mencapai 2,5 juta jiwa. Syukurlah, perluasan masjid telah disetujui Dimitri Medvedev satu-satunya Presiden Rusia yang berkunjung ke Sabornaya. Rencananya kompleks Sabornaya yang baru luasnya mencapai lebih dari 26 ribu meter persegi. Kompleks ini mencakup masjid, gedung dewan mufti, gedung serba guna, dan tempat perbelanjaan. Kelak, masjid akan sanggup menampung sekitar 5-6 ribu jamaah. Tidak seperti sekarang yang hanya sanggup menampung 500 jamaah saja.



Sabornaya tidak hanya berfungsi sebagai masjid semata, di sini juga terdapat gedung yang berfungsi sebagai kantor sekretariat dewan mufti Rusia. Di tempat ini pula berlangsung aktivitas umat yang ingin bersedekah, berzakat, atau bahkan minta didoakan keluarganya.

Masih ada masjid lainnya yang berada di Moscow. Masjid Istoricheskaya salah satunya atau lebih dikenal Masjid Histori. Berlokasi dekat sekali dengan KBRI Moscow di kawasan Novokuznetskaya Ulitsa, sekitar 100 meter arah timur. Masjid ini disebut-sebut sebagai terbesar kedua setelah Sabornaya.

Di zaman Uni Soviet, Masjid Histori berfungsi sebagai gudang. Barulah pada tahun 1995, masjid direnovasi dan berfungsi kembali sebagai rumah ibadah. Saat Idul Fitri dan Idul Adha, jamaah bisa membludak bahkan shalat ied pun digelar dalam dua gelombang. Khutbah yang disampaikan bisa dalam empat bahasa yakni Tatar, Rusia, Arab, dan Inggris. Itu sebabnya bila sholat jumat atau sholat ied pelaksanaannya lebih lama ketimbang sholat biasa. Sayangnya, masjid Histori tidak bisa diperluas karena letaknya diapit antara apartemen penduduk. Itu sebabnya agak sulit menemukan pintu memasuki kompleks masjid ini.



Berikutnya adalah Memorial Naya atau Masjid Memorial Moscow. Terletak di Memorial Park, masjid ini menjadi bagian dari Victory Square guna memperingati umat Islam yang turut berperang dalam Perang Patriotik Besar atau Perang Dunia Kedua. Masjid ini sendiri terdiri dari 6 lantai yang berfungsi untuk sembahyang dan studi.

Menariknya, Masjid Memorial Naya berada satu kompleks di Victory Square dengan rumah ibadah umat beragama lain. Selain masjid terdapat pula gereja untuk kaum orthodox dan sinagog bagi umat yahudi. Umat beragama inilah di masa perang bahu-membahu membela panji Soviet.

Saat tiba waktunya sholat, azan pun bebas berkumandang menggunakan pengeras suara. Sesuatu yang amat dilarang pada masa komunis berkuasa. Begitu pula khutbah, bebas menggunakan bahasa Rusia. Dahulu hanya boleh menggunakan bahasa Tatar agar umat lain dari Rusia tidak terpengaruh mendengarkan khutbah.



Selain digunakan sebagai tempat beribadah, Masjid Memorial juga menyediakan fasilitas bagi pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan dan juga memberikan konsultasi bimbingan agama.

Masjid berikutnya agak unik berada di Rayon Adtrodnoye. Masjid Yarjam atau Yardyam namanya, terdiri dari dua bangunan masjid. Satu bangunan masjid bagi golongan Sunni dan satu masjid lagi bagi golongan Syiah. Perbedaan dapat dijumpai ketika azan shalat jumat  antara kedua masjid. Bagi yang Sunni melaksanakan sholat di masjidnya, pun demikian dengan yang Syiah. Meski berbeda dalam tata cara beribadah, mereka tetap rukun.



Dari sekian banyak masjid, terdapat satu yang cukup megah. Masjid Biru demikian namanya, terletak di kota Saint Petersburg (dahulu Leningrad). Masjid ini sendiri dibangun tahun 1910 dan sanggup menampung sekitar lima ribu jamaah. Namanya mengingatkan kita pada Masjid Biru di Istanbul Turki.

Dikisahkan bahwa masjid yang dahulu menjadi gudang ini kemudian difungsikan kembali menjadi rumah ibadah. Kisah ini diceritakan setelah Bung Karno tidak diperbolehkan berkunjung ke Masjid Biru dan mengajukan keberatan pada pemimpin Uni Soviet. Namun sesungguhnya, Bung Karno bersama rombongan dalam lawatan ke Leningrad pada 31 Agustus 1956 pernah mengunjungi masjid ini dan bercakap-cakap dengan imam masjid. Ini penulis dapatkan dari literatur berjudul ‘Bung Karno di Sovjet Uni’ terbitan Multatuli Bogor tahun 1957.

Bila ingin benar-benar menyaksikan kemajuan peradaban islam di Rusia, maka tidak ada salahnya datang ke kota Kazan ibukota Republik Tatarstan, sekitar 700 km dari Moscow. Di sinilah kita bisa leluasa mendengar azan bersahutan, salam diucapkan, dan wanita cantik berjilbab hilir mudik. Maklumlah, umat islam di sini bisa mencapai 2 juta jiwa.

Berbagai masjid bisa dengan mudah ditemui di Kazan, antara lain Masjid Kul Sharif yang berada di dalam Kremlin Kazan, disebut-sebut sebagai satu dari yang terbesar di Eropa. Dan jumlah masjid dalam rentang waktu 10 tahun terakhir saja mencapai 1000 bangunan. Tak heran bila setiap ada peresmian masjid baru di sini, sanggup menarik perhatian jurnalis untuk meliput.

Islam di Rusia sesungguhnya bukan melulu masjid. Di bidang media, kini terdapat program ‘Muslim’ di televisi Rusia (Russian Today) yang menyiarkan tayangan bertema tradisi, adat, dan budaya penganut Islam Rusia. Bahkan rencananya awal tahun 2011 terdapat saluran tv pertama khusus bagi pemeluk Islam di Rusia. Proyek ini juga mencakup perwakilan dari berbagai agama di Rusia untuk mengurangi tingkat islamophobia.


Jangan ditanya bila berbicara media cetak dan online jumlahnya ratusan pasca keruntuhan komunis. Begitu pula radio, terdapat siaran radio internet berbahasa Rusia yang bisa dinikmati pendengar muslim maupun non muslim. Programnya berisi tradisi masyarakat muslim serta program bagi ibu dan anak.

Lantas bagaimana dengan kehidupan bermasyarakat umat Islam. Kini baik muslim maupun muslimah bebas menunjukkan identitas keislamannya kemana pun mereka pergi dan dimana pun berada. Maka jangan heran bila wanita berjilbab misalnya bisa leluasa berada dalam Metro Moscow atau kereta bawah tanah. Sesuatu yang justru dilarang oleh pemerintah Perancis saat ini.

Tantangan terberat umat islam Rusia sebenarnya adalah berpuasa di musim panas. Bisa dibayangkan bila matahari baru terbenam pukul 9 atau 10 malam, itu artinya harus menahan lapar selama 16-17 jam. Apabila berada di kota Saint Petersburg cobaan akan lebih berat saat menjelang ‘white night’ dimana langit hampir 24 jam terang benderang. Bersiaplah saat berbuka puasa untuk kemudian sahur kembali satu jam berikutnya. Namun, beberapa WNI yang penulis temui memberikan trik unik berpuasa di musim panas. Bila fisik tidak kuat lagi, mereka memilih batal dan mengganti puasanya di musim dingin. Maklumlah puasa di musim dingin lebih pendek waktunya hanya 8 jam. Jam 7 sahur, dan berbuka jam 4 sore.



Event internasional Islam telah beberapa kali digelar di Moscow. Di antaranya adalah MTQ Internasional ke Sepuluh (MTQ Internasional X) yang dihelat pada Juni 2009. Indonesia pun turut mengirimkan wakil terbaiknya di ajang ini. Belum cukup, di tahun yang sama pula pada bulan September digelar Konferensi Internasional Rusia dan Dunia Islam.

Semua ini membuktikan bahwa Islam di Rusia bisa tumbuh berkembang bebas. Dengan jumlah pemeluk Islam yang mencapai 20 persen dari total populasi penduduk, maka Rusia pun kini dipertimbangkan masuk menjadi anggota OKI. Tingkat percepatan populasi umat Islam yang terus bertambah, bukan tidak mungkin akan menjadikan Islam sebagai agama terbesar pertama di Rusia tahun 2050 menurut prediksi Paul Goble pemerhati spesialis etnis minoritas Rusia. ***

2 comments:

  1. Mas Yulika, kapan lagi muncul di backpacker ? kangen nih..

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah disana sudah bisa toleransi antar agama

    ReplyDelete

Sampaikan pertanyaan, saran, dan kritik Anda di blog ini atau mention akun twitter @ysdaya Terima kasih.

Pages