Pernahkah
Anda memperhatikan bentuk kubah Saint Basil Cathedral yang berada di Lapangan
Merah Moscow Rusia? Mirip sekali bukan dengan kubah masjid. Bedanya hanya
ukiran dan warna-warni seperti permen lolipop yang menghiasi katedral yang juga
menjadi landmark negeri beruang merah ini. Menurut cerita, bentuk kubah ini
terinspirasi dari kubah masjid yang pernah ada di Kazan sebelum akhirnya
ditaklukkan bangsa Rusia pimpinan Ivan The Teribble tahun 1552.
Namun
kita tidak akan membahas mengenai katedral ini ataupun Lapangan Merah yang melegenda.
Penulis akan membawa pembaca menelusuri jejak islam di Rusia. Pemeluk islam
sendiri jumlahnya mencapai 25 juta jiwa atau terbesar kedua di Rusia setelah
orthodox.
Sabornaya,
sederhana saja simbol islam di Moscow ibukota Rusia. Sabornaya adalah satu dari
empat masjid yang ada di Moscow. Dan ia menjadi pusat dari sekitar tujuh ribu
masjid yang tersebar di Rusia. Sesuai makna namanya, agung.
Masjid
ini terletak di Jalan Prospect Mira atau Perdamaian dan posisinya berdampingan
dengan Stadion Olympic Moscow atau Olimpysky, stadion yang pernah digunakan
saat pelaksanaan Olimpiade Moscow 1980. Masjid Sabornaya sering pula disebut
penduduk setempat sebagai Masjid Katedral, Grand Mosque, dan Masjid Prospect
Mira.
Datanglah
ke Masjid Sabornaya di hari jumat. Karena di waktu itulah, kita bisa
menyaksikan lautan umat muslim tumpah hingga ke jalan-jalan demi beribadah
sholat jumat. Sungguh amat tidak mungkin menyaksikan hal ini di zaman komunis
Soviet.
Berbagai
bangsa datang ke masjid yang menjadi pusat penyebaran islam di Rusia ini.
Kebanyakan mereka datang dari bangsa Tatarstan dan Bashkirs. Sisanya dari suku
bangsa minoritas seperti Dagestan, Ingushetia, dan Chechnya. Selain penduduk
asli, umat islam di Rusia merupakan imigran dari eks negeri satelit Soviet
seperti Tajikistan, Kazahktan, dan banyak lagi. Di Masjid Sabornaya lah mereka
dipersatukan keyakinan menjadi saudara. Tak jarang orang non muslim pun
menyempatkan datang ke masjid ini untuk mengabadikan pemandangan umat islam
beribadah jumat.
Masjid
Sabornaya dibangun pada tahun 1904 oleh arsitek Nikolai Alekseyevich Zhukov.
Seluruh biaya pembangunan ditanggung saudagar bernama Yusupovich Yerzin. Dan
hanya dalam tempo lima bulan, masjid pun selesai dibangun. Barulah pada 27
November 1904, imam masjid pertama Badridin Hazrat Alimov mengajukan permohonan
pada pemerintah Moscow untuk menggunakan masjid ini sebagai tempat ibadah.
Di
masa perang dunia pertama dan kedua, para imam mengumpulkan bantuan dari
masyarakat bagi para pejuang di medan tempur. Masjid Sabornaya pun menjadi
tempat berlindung semasa perang.
Warsa
tahun 60 hingga 70, para imam masjid pun berkontribusi mencairkan hubungan
antara Uni Soviet dengan dunia islam. Tercatat Presiden Mesir Gamal Abdul
Naser, Presiden Libya Moammar Ghadafi,
dan juga Presiden Indonesia Soekarno pernah datang berkunjung.
Kapasitas
Masjid Sabornaya sendiri sungguh kecil dan sangat tidak representatif bagi umat
islam Moscow yang mencapai 2,5 juta jiwa. Syukurlah, perluasan masjid telah
disetujui Dimitri Medvedev satu-satunya Presiden Rusia yang berkunjung ke
Sabornaya. Rencananya kompleks Sabornaya yang baru luasnya mencapai lebih dari
26 ribu meter persegi. Kompleks ini mencakup masjid, gedung dewan mufti, gedung
serba guna, dan tempat perbelanjaan. Kelak, masjid akan sanggup menampung
sekitar 5-6 ribu jamaah. Tidak seperti sekarang yang hanya sanggup menampung
500 jamaah saja.
Sabornaya
tidak hanya berfungsi sebagai masjid semata, di sini juga terdapat gedung yang
berfungsi sebagai kantor sekretariat dewan mufti Rusia. Di tempat ini pula
berlangsung aktivitas umat yang ingin bersedekah, berzakat, atau bahkan minta
didoakan keluarganya.
Masih
ada masjid lainnya yang berada di Moscow. Masjid Istoricheskaya salah satunya
atau lebih dikenal Masjid Histori. Berlokasi dekat sekali dengan KBRI Moscow di
kawasan Novokuznetskaya Ulitsa, sekitar 100 meter arah timur. Masjid ini
disebut-sebut sebagai terbesar kedua setelah Sabornaya.
Di
zaman Uni Soviet, Masjid Histori berfungsi sebagai gudang. Barulah pada tahun
1995, masjid direnovasi dan berfungsi kembali sebagai rumah ibadah. Saat Idul
Fitri dan Idul Adha, jamaah bisa membludak bahkan shalat ied pun digelar dalam
dua gelombang. Khutbah yang disampaikan bisa dalam empat bahasa yakni Tatar,
Rusia, Arab, dan Inggris. Itu sebabnya bila sholat jumat atau sholat ied
pelaksanaannya lebih lama ketimbang sholat biasa. Sayangnya, masjid Histori
tidak bisa diperluas karena letaknya diapit antara apartemen penduduk. Itu
sebabnya agak sulit menemukan pintu memasuki kompleks masjid ini.
Berikutnya
adalah Memorial Naya atau Masjid Memorial Moscow. Terletak di Memorial Park,
masjid ini menjadi bagian dari Victory Square guna memperingati umat Islam yang
turut berperang dalam Perang Patriotik Besar atau Perang Dunia Kedua. Masjid
ini sendiri terdiri dari 6 lantai yang berfungsi untuk sembahyang dan studi.
Menariknya,
Masjid Memorial Naya berada satu kompleks di Victory Square dengan rumah ibadah
umat beragama lain. Selain masjid terdapat pula gereja untuk kaum orthodox dan
sinagog bagi umat yahudi. Umat beragama inilah di masa perang bahu-membahu
membela panji Soviet.
Saat
tiba waktunya sholat, azan pun bebas berkumandang menggunakan pengeras suara.
Sesuatu yang amat dilarang pada masa komunis berkuasa. Begitu pula khutbah,
bebas menggunakan bahasa Rusia. Dahulu hanya boleh menggunakan bahasa Tatar
agar umat lain dari Rusia tidak terpengaruh mendengarkan khutbah.
Selain
digunakan sebagai tempat beribadah, Masjid Memorial juga menyediakan fasilitas
bagi pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan dan juga memberikan
konsultasi bimbingan agama.
Masjid
berikutnya agak unik berada di Rayon Adtrodnoye. Masjid Yarjam atau Yardyam
namanya, terdiri dari dua bangunan masjid. Satu bangunan masjid bagi golongan
Sunni dan satu masjid lagi bagi golongan Syiah. Perbedaan dapat dijumpai ketika
azan shalat jumat antara kedua
masjid. Bagi yang Sunni melaksanakan sholat di masjidnya, pun demikian dengan
yang Syiah. Meski berbeda dalam tata cara beribadah, mereka tetap rukun.
Dari
sekian banyak masjid, terdapat satu yang cukup megah. Masjid Biru demikian
namanya, terletak di kota Saint Petersburg (dahulu Leningrad). Masjid ini
sendiri dibangun tahun 1910 dan sanggup menampung sekitar lima ribu jamaah. Namanya
mengingatkan kita pada Masjid Biru di Istanbul Turki.
Dikisahkan
bahwa masjid yang dahulu menjadi gudang ini kemudian difungsikan kembali
menjadi rumah ibadah. Kisah ini diceritakan setelah Bung Karno tidak
diperbolehkan berkunjung ke Masjid Biru dan mengajukan keberatan pada pemimpin
Uni Soviet. Namun sesungguhnya, Bung Karno bersama rombongan dalam lawatan ke
Leningrad pada 31 Agustus 1956 pernah mengunjungi masjid ini dan bercakap-cakap
dengan imam masjid. Ini penulis dapatkan dari literatur berjudul ‘Bung Karno di
Sovjet Uni’ terbitan Multatuli Bogor tahun 1957.
Bila
ingin benar-benar menyaksikan kemajuan peradaban islam di Rusia, maka tidak ada
salahnya datang ke kota Kazan ibukota Republik Tatarstan, sekitar 700 km dari
Moscow. Di sinilah kita bisa leluasa mendengar azan bersahutan, salam
diucapkan, dan wanita cantik berjilbab hilir mudik. Maklumlah, umat islam di
sini bisa mencapai 2 juta jiwa.
Berbagai
masjid bisa dengan mudah ditemui di Kazan, antara lain Masjid Kul Sharif yang
berada di dalam Kremlin Kazan, disebut-sebut sebagai satu dari yang terbesar di
Eropa. Dan jumlah masjid dalam rentang waktu 10 tahun terakhir saja mencapai
1000 bangunan. Tak heran bila setiap ada peresmian masjid baru di sini, sanggup
menarik perhatian jurnalis untuk meliput.
Islam
di Rusia sesungguhnya bukan melulu masjid. Di bidang media, kini terdapat
program ‘Muslim’ di televisi Rusia (Russian Today) yang menyiarkan tayangan
bertema tradisi, adat, dan budaya penganut Islam Rusia. Bahkan rencananya awal
tahun 2011 terdapat saluran tv pertama khusus bagi pemeluk Islam di Rusia.
Proyek ini juga mencakup perwakilan dari berbagai agama di Rusia untuk
mengurangi tingkat islamophobia.
Jangan
ditanya bila berbicara media cetak dan online jumlahnya ratusan pasca
keruntuhan komunis. Begitu pula radio, terdapat siaran radio internet berbahasa
Rusia yang bisa dinikmati pendengar muslim maupun non muslim. Programnya berisi
tradisi masyarakat muslim serta program bagi ibu dan anak.
Lantas
bagaimana dengan kehidupan bermasyarakat umat Islam. Kini baik muslim maupun
muslimah bebas menunjukkan identitas keislamannya kemana pun mereka pergi dan
dimana pun berada. Maka jangan heran bila wanita berjilbab misalnya bisa
leluasa berada dalam Metro Moscow atau kereta bawah tanah. Sesuatu yang justru
dilarang oleh pemerintah Perancis saat ini.
Tantangan
terberat umat islam Rusia sebenarnya adalah berpuasa di musim panas. Bisa
dibayangkan bila matahari baru terbenam pukul 9 atau 10 malam, itu artinya
harus menahan lapar selama 16-17 jam. Apabila berada di kota Saint Petersburg
cobaan akan lebih berat saat menjelang ‘white night’ dimana langit hampir 24
jam terang benderang. Bersiaplah saat berbuka puasa untuk kemudian sahur
kembali satu jam berikutnya. Namun, beberapa WNI yang penulis temui memberikan
trik unik berpuasa di musim panas. Bila fisik tidak kuat lagi, mereka memilih
batal dan mengganti puasanya di musim dingin. Maklumlah puasa di musim dingin
lebih pendek waktunya hanya 8 jam. Jam 7 sahur, dan berbuka jam 4 sore.
Event internasional Islam telah beberapa kali digelar di Moscow. Di
antaranya adalah MTQ Internasional ke Sepuluh (MTQ Internasional X) yang
dihelat pada Juni 2009. Indonesia pun turut mengirimkan wakil terbaiknya di
ajang ini. Belum cukup, di tahun yang sama pula pada bulan September digelar
Konferensi Internasional Rusia dan Dunia Islam.
Semua ini membuktikan bahwa Islam di Rusia bisa tumbuh berkembang bebas. Dengan
jumlah pemeluk Islam yang mencapai 20 persen dari total populasi penduduk, maka
Rusia pun kini dipertimbangkan masuk menjadi anggota OKI. Tingkat percepatan
populasi umat Islam yang terus bertambah, bukan tidak mungkin akan menjadikan
Islam sebagai agama terbesar pertama di Rusia tahun 2050 menurut prediksi Paul
Goble pemerhati spesialis etnis minoritas Rusia. ***
Mas Yulika, kapan lagi muncul di backpacker ? kangen nih..
ReplyDeleteAlhamdulillah disana sudah bisa toleransi antar agama
ReplyDelete