Kaget. Begitu kira-kira perasaan saya pada Rabu
2 April 2008. Sepak bola Indonesia kehilangan putra terbaiknya. Legenda yang
banyak meninggalkan warisan bagi dunia sepak bola nasional kini telah menutup
mata selama-lamanya.
Ada berapa gelar timnas sepak bola Indonesia di
kancah internasional? Bisa dihitung dengan jari. Beberapa gelar Asia yang cukup
bergengsi diraih oleh timnas. Keempat gelar tersebut adalah Merdeka Cup 1969,
Aga Khan Cup 1969, King’s Cup 1970, dan Anniversary Cup 1972. Dan semua
kesuksesan tersebut berujung pada satu nama. Endang Witarsa. Dialah yang
menjadi arsitek timnas saat itu.
Terlahir dengan nama Liem
Soen Joe di Jawa Tengah, tepatnya Kebumen pada tanggal 12 Oktober 1916. Namun
beliau lebih akrab dengan sebutan ‘Om Dokter’. Maklum, sebelum berprofesi
sebagai pelatih bola, ia merupakan seorang dokter gigi. Tapi teori dan praktik
sepakbola yang ia kuasai jauh lebih mumpuni ketimbang dokter gigi.
“Enaknya jadi pelatih kalo didik
anak jadi pemain bagus itu suatu kepuasan. Daripada jadi dokter gigi, cari duit
terus. Ah, bosen deh”. Begitulah cetusan hati beliau ketika saya mewawancarai
pada suatu petang di Lapangan Petak Sinkian Jakarta Barat tahun 2006.
Hampir 60 tahun hidup beliau
dihabiskan untuk klub Union Makes Strength atau UMS. Di klub inilah Om Dokter
memulai karirnya sebagai pemain hingga ketua yayasan UMS. Klub yang berdiri
tahun 1905 ini merupakan salah satu klub sepak bola tertua yang masih eksis
hingga kini di Indonesia. Selama lebih dari satu abad berdiri, sudah banyak
prestasi dicetak klub UMS.
Salah seorang anak didik Om
Dokter yang sering menjadi pemain langganan timnas adalah Fan Tek Fong atau
Hadi Mulyadi. Menurutnya kejuaraan yang sering diadakan oleh Persija sering
dimenangkan oleh UMS. Masa kejayaan warsa tahun 50-an hingga 60-an itulah saat
UMS ditangani oleh Endang Witarsa. Di tangannya, UMS memakai formasi 4-2-4 yang
kala itu sangat revolusioner
Meski memasuki usia senja (kala
itu 90 tahun), mantan staf pengajar FKG UI ini seolah tidak peduli dengan
fisiknya. Padahal untuk berjalan saja beliau sudah harus dituntun hingga ke
lapangan. Ia berpikir lebih baik menyibukkan diri ke lapangan daripada berdiam
diri saja di rumah. Dan Hadi Mulyadi adalah salah seorang anak didiknya yang
masih setia saat itu mendampingi dirinya melatih bibit-bibit muda UMS.
Sepak bola bak kehidupan itu
sendiri bagi Endang Witarsa. Dipastikan tiga hari dalam seminggu ia berada di
lapangan untuk melatih. Bagi pengidola Bung Karno ini, pemain muda UMS
merupakan generasi harapan bangsa masa depan. “Priiiiit. Kamu jadi kiper sana!”
Begitu ujar Om Dokter tatkala mendapati pemainnya yang dirasanya salah posisi.
Dan pemain yang aslinya pemain tengah tersebut menurut saja apa kata sang
pelatih.
Ya, memang pengagum Zinedine Zidane ini usianya sudah lanjut. Namun ia memiliki kepekaan pemain mana saja yang
bisa menjadi calon bintang. Banyak sudah pemain bintang yang dihasilkan Endang
Witarsa. Seperti Hadi Mulyadi, Risdiyanto, Benny Dolo, Gusnul Yakin, hingga Widodo
Cahyono Putro.
Beruntunglah saya masih sempat melihat dari dekat dan membuat profil sang legenda. Pengabdian
panjangnya pada dunia sepak bola pun diakui oleh Museum Rekor Indonesia sebagai
pelatih terlama (65 tahun) dan pelatih tertua (90 tahun). Mungkin bukan lagi
catatan rekor Indonesia, melainkan dunia.
Selamat jalan Om Dokter. Selamat
jalan legenda, Endang Witarsa.
Simak profilnya dalam video di http://www.youtube.com/watch?v=cPNKXnkRdH4&list=UUvQGo2YaFIaUMzadQSMT4jw
Simak profilnya dalam video di http://www.youtube.com/watch?v=cPNKXnkRdH4&list=UUvQGo2YaFIaUMzadQSMT4jw
kapan backpacker tayang lagi di tvone???
ReplyDeleteadududuhhh..
gag bisa asikin aja..
Info yang sangat berguna...
ReplyDeletefollow blogku yah...
makasih mas kesempatannya
ReplyDeleteGreat and that i have a nifty present: Where To Remodel House typical renovation costs
ReplyDelete