"Marsinah dan Munir adalah Pahlawan sesungguhnya"
Kutipan di atas berasal dari cuitan di media sosial seputar Hari Pahlawan. Tidak salah memang bila mendefinisikan kata 'pahlawan' sesuai pilihan masing-masing. Namun rasanya agak offside bila kita menyeret momen 10 November terlalu jauh. Bukankah pertempuran Surabaya pada saat itu yang menjadi latar belakang Hari Pahlawan. Hari bagi mereka yang berjuang untuk menolak tunduk kembali pada penjajahan, imperialisme. Hari bagi mereka yang bercita-cita tidak mengapa puput di medan laga asalkan keturunannya bisa hidup merdeka. Hari bagi generasi masa kini untuk tidak meremehkan betapa perjuangan revolusi mengangkat bedil lebih berat ketimbang menjentikkan jempol di keypad atau keyboard.
Berbagai peringatan Hari Pahlawan digelar. Mulai dari tabur bunga di makam pahlawan hingga digelar berbagai festival dan lomba. Sah-sah saja acara peringatan dibuat. Entah kenapa saya merasa ada sesuatu yang kurang. Simbol. Ya, simbol pemersatu bagi bangsa Indonesia dalam memperingati Hari Pahlawan.
Mari kita menoleh sebentar ke Inggris. Setiap minggu kedua November selalu diperingati Remembrance Sunday. Ini merupakan peringatan bagi para pahlawan Inggris yang gugur pada Perang Dunia I. Yang menjadikan peringatan tersebut unik adalah penggunaan simbol Bunga Poppy.
Mengapa bunga poppy? Karena bunga ini dipercaya tumbuh di tengah medan perang saat prajurit-prajurit Inggris tewas. Adalah John Mcrae dokter dan juga penyair yang menemukan bunga tersebut tumbuh dan kemudian membuat syair 'Medan Perang di Flanders'.
Hingga sekarang tak heran bila Remembrance Sunday dikenal pula sebagai Poppy Day. Simbol bunga tersebut bisa disematkan di baju, jas, jersey, souvenir, tas, stadion, dan sebagainya. Warna merah bunga yang melambangkan darah korban Perang Dunia I.
Menjadi hal yang menarik kemudian bahwa peringatan tersebut bisa menjadi bagian kalender budaya. Wisatawan mancanegara yang datang pun mau tidak mau tergerak untuk memperingatinya dan mempelajari sejarahnya. Bukan hanya sekedar mengabadikan momen peringatan. Termasuk para pemain sepak bola asing yang merumput di Inggris. Mereka mengenakan jersey edisi khusus peringatan Remembrance Day dan turut mengheningkan cipta di stadion bersama penonton.
instalasi Bunga Poppy di sekitar Tower of London |
Itulah mengapa di atas saya menulis bahwa Indonesia (mungkin) butuh simbol pemersatu dalam peringatan Hari Pahlawan. Simbol tersebut bisa berbagai macam. Bisa baret atau mic Bung Tomo. Atau apapun yang bisa dijadikan sebagai simbol Pertempuran 10 November di Surabaya.
Simbol tersebut bukan sekedar mengingatkan bahwa Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya benar ada. Namun bisa pula menjadi pemersatu antar suporter klub eks perserikatan. Saya membayangkan bobotoh dan jakmania yang sama-sama mengenakan simbol pemersatu tersebut di jerseynya masing-masing. Sehingga ketika akan bentrok mereka merasa malu pada simbol di dadanya.
Saya juga membayangkan simbol tersebut yang menjadi bagian dari festival budaya menjadi bagian dari promosi wisata Indonesia keluar negeri. Atau jangan-jangan justru bisa meredam FPI yang hari ini demonstrasi menolak Ahok menjadi Gubernur DKI (hanya) karena non-Islam. Oke, saya pikir yang terakhir barusan adalah khayalan.
Akhirnya saya hanya ingin mengucapkan, "Selamat Hari Pahlawan!"